Tari Gandrung Ketapian Kelod
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Seni tari merupakan salah satu bagian penting dari
kehidupan masyarakat Bali terutama bagi mereka yang beragama Hindu. Demikian
hubungan dan peranan tari dengan kehidupan masyarakat Bali, sehingga sulit
untuk dipisahkan dan dapat dikatakan bahwa perkembangan seni selalu seiring
dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Berdasarkan pernyataan tersebut
maka seni pertunjukan masih memiliki tempat yang istimewa dikalangan masyarakat
Hindu-Bali. Masyarakat percaya bahwa upacara keagamaan belum lengkap dan
sempurna tanpa kehadiran pertunjukan tari.
Tari Bali
merupakan suatu cabang seni pertunjukan yang dijiwai oleh nilai budaya Hindu –
Bali. Dilihat dari fungsinya dalam aspek kehidupan ritual dan sosial masyarakat
setempat, tari Bali secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu 1.Seni
upacara atau seni wali dan bebali, 2. Seni tontonan/hiburan atau balih – balihan. Salah satu tari yang
tergolong dalam tari upacara dan sebagai tari hiburan adalah tari Gandrung di Banjar
Ketapian Kelod, Sumerta Denpasar. Menurut I Made Bandem, Gandrung merupakan
sebuah tari pergaulan yang sejenis dengan tari Joged Bumbung dan tarian ini dibawakan oleh penari laki-laki yang
berpakaian perempuan (1983 :76). Dari pernyataan tersebut, tari Gandrung yang
terdapat di Banjar Ketapian Kelod juga ditarikan oleh penari laki-laki. Tarian
ini difungsikan sebagai sarana nawur
sesangi bagi masyarakat yang mengalami musibah seperti sakit maupun yang
lainnya. Disamping bersifat sakral, gandrung juga tetap berperan sebagai
penghibur masyarakat yang dapat dilihat dari pementasannya.
PEMBAHASAN
1. Awal
Mula tari Gandrung di Banjar Ketapian Kelod, Sumerta Denpasar
I Made Bandem mengatakan bahwa Gandrung jika
ditinjau dari segi etimologi, kata gandrung
berarti cinta atau rindu. Gandrung merupakan tari pergaulan yang dilakukan
oleh laki-laki dan menjadi lambang cinta kasih atau kerinduan, serta merupakan
perlambangan kesuburan dan keselamatan (1996 :62).
Di daerah Sumerta, tepatnya di Banjar Ketapian Kelod
masih terdapat jenis kesenian yang langka dan unik yaitu tari Gandrung.
Diperkirakan tarian ini sudah muncul sejak masa pemerintahan I Dewa Agung Anom
yang bergelar I Dewa Agung Mantuk Ring Patemon di Puri Sukawati pada permulaan
abad XIX (1983 :77). Sementara di Ketapian sendiri, Gandrung diperkirakan sudah
ada sekitar tahun 1896. Kelahiran kesenian yang sudah berkembang sejak tahun
1928 diawali dengan adanya peristiwa kecangkrim
(menyebarnya wabah penyakit tertentu) di sekitar banjar setempat. Ketika
kekacauan itu memuncak, Jro Mangku Pura Batur menerima wangsit agar krama (masyarakat) setempat menggelar
upacara pemayuh yakni semacam upacara
pembersihan untuk menetralisir pengaruh-pengaruh negatif yang mengganggu ketentraman
masyarakat. Masyarakat akhirnya sepakat untuk membuat kesenian yaitu tari Gandrung untuk kepetingan tersebut.
Pada awal
kemunculannya, tari Gandrung ditarikan oleh seorang penari laki-laki remaja,
sehingga sering disebut Joged Muani, dan generasi pertama penari Gandrung ini
bernama I Made Regeg (alm). Pada tahun 1978, tari Gandrung Ketapian ini
mengalami proses pembaharuan yaitu Gandrung ditarikan oleh remaja-remaja
perempuan. Proses pergantian penari dan pemilihan calon penari yang baru harus
melewati prosesi nuwur. Setelah
penari-penari tersebut terpilih, mereka dibuatkan upacara pewintenan (penyucian diri) di Balai Banjar dan prosesi tersebut
masih tetap dipertahankan sampai sekarang. Penari- penari tersebut akan selesai
menjadi penari Gandrung setelah mereka menikah. Proses regenerasi berlangsung
terus menerus sehingga tarian ini tetap bisa dilestarikan. Gandrung sudah
sering dipentaskan pada Pesta Kesenian Bali (PKB) dan sempat pula pentas ke
luar daerah. Dari pembaharuan tersebut, sekarang ini tari Gandrung bisa
ditarikan oleh laki-laki maupun perempuan.
2. Bentuk
Pertunjukan tari Gandrung
Tari
Gandrung di Banjar Ketapian Kelod biasanya ditarikan oleh satu orang
penari. Tarian ini ditarikan oleh
seorang penari laki-laki ataupun penari perempuan yang menggunakan tata rias
dan busana seperti tari Legong.
Djelantik
menyatakan bahwa semua peristiwa kesenian mengandung tiga aspek dasar, yakni:
wujud atau rupa (appearance), bobot atau isi (content),
penampilan atau penyajian (presentation). Pembagian mendasar atas
pengertian wujud, yakni semua wujud terdiri dari bentuk dan susunan atau
struktur (Djelantik, 1999: 17-18).
Terkait dengan pernyataan tersebut maka untuk mengetahui wujud dalam
tari Gandrung dapat dilihat dari komponen penari, gerak, tata rias dan busana
serta musik iringannya.
a. Penari
Penari tari Gandrung awalnya ditarikan oleh seorang
penari laki-laki, namun sejalan dengan perkembangan waktu mengalami
pembaharuan. Sekarang ini tari Gandrung di Banjar Ketapian Kelod bisa ditarikan
oleh penari laki-laki maupun perempuan. Untuk proses pemilihan penarinya terdapat
upacara secara khusus, karena tarian ini merupakan tarian sakral. Proses
pergantian penari maupun pemilihan calon penari yang baru harus melewati
prosesi nuwur. Setelah penari-penari
tersebut terpilih, mereka dibuatkan upacara pewintenan
(penyucian diri) di Balai Banjar dan prosesi tersebut masih tetap
dipertahankan sampai sekarang. Penari- penari tersebut akan selesai menjadi
penari Gandrung setelah mereka menikah. Proses regenerasi berlangsung terus
menerus sehingga tarian ini tetap bisa dilestarikan. Penari yang dipilih
biasanya mempunyai hubungan keluarga dengan penari sebelumnya.
b. Gerak
Tari Gandrung di Banjar Ketapian memiliki gerak tari
yang sangat sederhana dan tarian ini tidak memakai lakon. Gerak pada tarian ini diawali dengan tari gandrangan (sejenis tari improvisasi
dengan lagu yang bebas). Gerakan pada tari Gandrung didapatkan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi. Adapun gerak pada tari Gandrung adalah
sebagai berikut:
· Pertama,
diawali dengan penari menari sendiri dengan gerak-gerak yang lembut, dinamis
dan indah. Bagian pertama ini biasa disebut dengan tari gandrangan, penari menari diatas kursi (tempat duduk). Beberapa gerak yang dilihat pada gandrangan adalah :
ü Agem
kanan : posisi diam ditempat, merupakan sikap pokok pada tari Bali, tangan
kanan sirang mata, tangan kiri sirang susu, posisi badan ngeed (gerak turun badan dengan menjaga keseimbangan). Posisi badan
lebih condong ke kanan, berat badan berada di kaki kanan. Pada tari Gandrung
posisi agem ini dilakukan dalam posisi duduk, sehingga yang terlihat hanya
posisi tangannya saja.
ü Ngeliput:
gerakan kipas bersamaan dengan tangan kiri kesamping kanan dan kiri.
ü Nyalud
: menggerakkan tangan kanan dan kiri kebawah kemudian melipat keatas.
ü Seledet
: kedua bola mata digerakkan (melirik) ke kanan atau ke kiri bersamaan dengan
gerakan dagu, mata harus terbuka lebar dan tidak boleh dikedipkan.
ü Ngenjet
leher : gerakan leher ke kiri dan ke kanan dengan cepat.
· Kedua,
pada saat sebelum adegan ibing-ibingan (seorang
laki-laki secara berganti-gantian diajak menari bersama sampai batas waktu yang
disepakati), penari melakukan gerakan:
ü Ngumbang
: gerakan berjalan yang dilakukan dengan badan sedikit merendah (ngeed),
levelnya tidak berubah dan disertai dengan gerakan kepala ke kiri dan ke kanan
sesuai sesuai dengan gerakan hentakan kaki.
ü Ulap-ulap
: melambangkan seseorang berpandangan kedepan diikuti dengan gerak kedua tangan
kedepan kemudian ditekuk bersamaan.
Keunikan
dari tarian ini adalah mengajak penonton ikut serta menari bersama atau ngibing. Terdapat perbedaan pada tarian
ini jika dibandingkan dengan tari Joged Bumbung, pada tarian ini penari tidak
mencari pengibing, melainkan pengibing yang datang sendiri dan ikut
serta menari. Pada bagian ini penari akan melakukan gerak improvisasi dan
menyesuaikan dengan pengibing, sehingga penari perlu mempunyai kelincahan gerak
tubuh dan gerak mata. Pada tarian ini, antara penari dan pengibing harus ada jarak yang memisahkan, karena penari tidak
boleh bersentuhan langsung dengan pengibing.
Hal ini dilakukan karena tari Gandrung di Banjar Ketapian Kelod merupakan
sebuah tari sakral, sehingga nilai kesakralannya perlu dijaga.
· Ketiga,
bagian ini merupakan akhir dari pementasan tari Gandrung, adapun gerakannya
adalah
ü Nyeleog ke
kanan dan kiri : Gerakan tangan dan badan secara bersamaan diolah seolah- olah
mengikuti gerakan tangan yang ngelog atau menggeliuk ke kanan maupun
kiri.
ü Nyakup bawa :
gerakan tangan
menyembah dimana
kedua telapak tangan dirapatkan
sambil memegang kipas.
c. Tata
rias dan busana
Tata
rias merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah tarian, tata rias juga
dapat mempertegas garis muka dan dapat memberikan perubahan-perubahan, sehingga mewujudkan gambaran peran yang akan
dibawakan dalam suatu pertunjukan. Tata rias pada tarian ini sudah memakai tata
rias pentas/panggung. Pada tarian ini, peran yang dibawakan adalah menjadi
seorang perempuan yang mempunyai karakter halus, dan dapat menghibur penonton.
Selain
tata rias, tata busana juga merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan
dalam penampilan, serta busana merupakan faktor pendukung yang penting dalam
tari Bali. Tata busana akan memberikan
kesan yang indah serta busana atau pakaian dapat menunjukkan kepada
penonton tentang tokoh/lakon yang dibawakan. Pada umumnya, setiap tarian
biasanya menggunakan tata busana tersendiri, yang dapat memberikan ciri khas
pada tarian tersebut, sehingga dengan melihat busana yang dipakai, penonton
sudah mengetahui tarian apa yang ditampilkan. Tata busana yang dipakai adalah
menggunakan baju warna putih, kamen
prada, sabuk atau angkin, tutup dada, ampok-ampok, simping, dan badong.
Hiasan kepala yang digunakan adalah seperti gelungan tari Legong dan penari membawa kipas sebagai properti.
Pada tugas spesialisasi ini memakai gelungan
Legong biasa karena gelungan tari
Gandrung di Banjar Ketapian Kelod tidak bisa dipinjam. Hal tersebut dikarenakan
gelungan itu disakralkan oleh
masyarakat dan perlu ritual khusus untuk nedunang
(menurunkan) gelungan tersebut.
d.
Musik Iringan
Seni musik tidak
bisa lepas dari seni pertunjukan, khususnya seni tari yang memiliki keterkaitan
satu sama lain. Hal ini dikarenakan musik berfungsi sebagai iringan yang
mengikuti irama gerak tari, sebagai pembentuk suasana, sebagai ilustrasi yang
memberikan tekanan-tekanan serta menguatkan gerak-gerak tertentu. Musik
pengiring pada tarian ini menggunakan gamelan rindik yang bilahnya dibuat dari tiing petung (jenis bambu berukuran
besar) dengan palawakya dari bahan kayu pohon sukun yang dihiasi dengan ukiran
warna-warni. Pemanfaatan unsur logam hanya pada instrument ceng-ceng yang terbuat dari kerawang. Tari Gandrung menggunakan
gending yang disebut dengan gending Gegandrangan.
Apabila ada penonton yang merasa bisa menabuh, tidak dilarang untuk
menggantikan sekaa menabuh (masyarakat
diluar anggota sekaa dipersilahkan
untuk ikut menabuh).
3. Fungsi
tari Gandrung di Banjar Ketapian Kelod, Sumerta Denpasar
Bagi masyarakat
Ketapian Kelod, tari Gandrung sangat disakralkan, pasalnya tarian ini lahir
lewat perantara wangsit serta
masyarakat juga meminta taksu di pura
Petitenget. Sampai sekarang, setiap upacara atau odalan di pura tersebut, masyarakat Ketapian selalu mengahturkan
bakti dan mementaskan tari Gandrung. Dengan kesakralannya, Gandrung dipercaya
sebagai sarana nawur sesangi bagi
masyarakat yang mengalami musibah seperti sakit maupun yang lainnya. Disamping
bersifat sakral, gandrung juga tetap berperan sebagai penghibur masyarakat yang
dapat dilihat dari pementasannya. Pada tari Gandrung juga dikenal adanya
pengibing seperti pada tari Joged, namun pengibing pada Gandrung tidak dijawat
oleh penari, tetapi murni atas keinginan pengibing sendiri.
PENUTUP
Kesimpulan
Tari
Gandrung muncul sejak masa pemerintahan I Dewa Agung Anom yang bergelar I Dewa
Agung Mantuk Ring Patemon di Puri Sukawati pada permulaan abad XIX (1983 :77).
Sementara di Ketapian sendiri, Gandrung diperkirakan sudah ada sekitar tahun
1896. Kelahiran kesenian yang sudah berkembang sejak tahun 1928 diawali dengan
adanya peristiwa kecangkrim (menyebarnya
wabah penyakit tertentu) di sekitar banjar setempat. Pada tarian ini, antara
penari dan pengibing harus ada jarak
yang memisahkan, karena penari tidak boleh bersentuhan langsung dengan pengibing. Hal ini dilakukan karena tari
Gandrung di Banjar Ketapian Kelod merupakan sebuah tari sakral, sehingga nilai
kesakralannya perlu dijaga. Dengan kesakralannya, Gandrung dipercaya sebagai
sarana nawur sesangi bagi masyarakat
yang mengalami musibah seperti sakit maupun yang lainnya. Walaupun Gandrung
merupakan tari sakral, namun tarian ini digunakan juga sebagai tari hiburan
oleh masyarakat pendukungnya.
Saran-saran
1.
Bagi generasi muda maupun pelajar
diharapkan bisa mempelajari pola-pola, dan mengetahui aspek-aspek tari gandrung
di Banjar Ketapian Kelod sebagai salah satu warisan senibudaya.
2.
Bagi masyarakat diharapkan dengan adanya
tari gandrung ini agar tetap bisa berperan aktif menjaga kelestarian
tari gandrung.
3.
Bagi pemerintah yang terkait diharapkan
ikut serta dalam mengawasi dan menjaga kelestarian tari gandrung di
Banjar Ketapian Kelod, sehingga tetap eksis dan nantinya dapat dimanfaatkan
dengan baik sebagai sumber pembelajaran.
Daftar
Pustaka
Arini,
Ni Ketut. 2012. Teknik Tari Bali. Denpasar
: Yayasan Tari Bali Warini
Dibia, I
Wayan. 1999. Selayang Pandang. Bandung: Masyarakat Pertunjukan Seni
Indonesia.
Bandem,
I Made. 1983. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: ASTI Denpasar
_____________
1996. Evolusi Tari Bali. Yogyakarta:
KANISIUS
Daftar
Informan
1.
Nama :
I Made Satria Dwi Arta
Umur :
20 tahun
Alamat :
Jln. Katrangan no 11, Banjar Ketapian Kelod
Jabatan :
Ketua Sekaa truna truni Banjar Ketapian Kelod
Pekerjaan : Mahasiswa Universitas Hindu Indonesia (UNHI), semester V
Komentar
Posting Komentar