Tari Rejang Ayunan


Buku : Filsafat Seni Sakral dalam Kebudayaan Bali
Penulis : I Made Yudabakti dan I Wayan Watra
Penerbit : Paramita Surabaya 2007
Hal : 63 – 73
            Menurut buku ini diuraikan tentang fungsi kesenian Bali, yang pada umumnya mempunyai fungsi yang sangat sakral karena dalam penciptaan karya seni Bali pada awalnya hanya untuk kepentingan keagamaan semata. Dilihat dari satu sisi seni mengandung fungsi sebagai wali/sakral yang menjalankan sumber atau kepentingan sastra. Dan dari sudut pandang yang lain seni berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan. Pengklasifikasian tersebut bukanlah sesuatu hal paten terdapat dalam ajaran tertentu, akan tetapi dilakukan untuk mudahnya membedakan makna dan fungsinya bila kita melakukan pendalaman pada seni sakral ini. Adapun fungsi kesenian Bali setelah diadakan pengklasifikasian, sebagai tersebut dalam Seminar Seni Sakral dan Profan bidang seni tari yang diadakan oleh Proyek Pemeliharaan dan pengambangan Kebudayaan Daerah Bali yang diselenggarakan pada tanggal 24 Maret 1971 di Denpasar. Dalam seminar tersebut menyangkut tentang pembagian tari Bali menurut fungsinya yaitu:
1.      Seni Tari Wali yaitu seni tari yang dipertunjukan di pura-pura dan di tempat-tempat yang ada hubungannya dengan upacara agama. Pada umumnya kesenian wali tidak memakai lakon, misalnya seperti Tari Rejang, Tari Pendet, Tari Sanghyang dan Tari Baris upacra.
2.      Seni Tari Bebali yaitu seni tari yang berfungsi sebagai pengiring upacara dan upakara yang bertempat di pura-pura dan diluar pura serta pada umumnya kesenian ini mempergunakan lakon. Contohnya seperti Seni Pewayangan, Topeng, Gambuh.
3.      Seni Tari Balih-balihan yaitu seni tari yang mempunyai unsure dan dasar dari seni tari yang luhur. Cirri khas Seni Tari Balih-balihan ini yaitu bersifat inovasi bahkan sangat kontemporer (mengandung seni yang serius dan penuh dengan nilai hibura). Adapun yang termasuk dalam klasifikasi seni tari Balih-balihan adalah semua aktivitas seni tang dipertunjukan untuk hiburan masyarakat. Asalkan tidak termasuk dalam kelompok seni sakral/wali/bebali.

Salah satu contoh tari sakral adalah Tari Rejang, tarian ini merupakan sebuah tari sakral yang ditarikan pada areal pura atau berdekatan dengan letak sesaji. Penarinya adalah wanita (anak-anak, setengah baya, dan orang tua) mereka menari beriring-iringan/berbaris melingkar dihalaman pura mengitari tempat suci. Para penari rejang pada umumnya memakai pakaian adat atau pakaian upacara, memakai hiasan bunga-bunga emas dikepala dan hiasan lainnya sesuai dengan kebiasaan desa masing-masing. Dilihat dari segi geraknya Tari Rejang sangat sederhana, tempo geraknya cenderung pelan dengan kualitas yang mengalun. Gerak yang dominan pada Tari Rejang ngembat, nglikes kanandan kiri yang dilakukan sambil melangkah kedepan secara perlahan. Tari Rejang pada umumnya memakai gamelan gong kebyar dan hanya beberapa saja memakai gamelan lain seperti selonding atau gambang. Di daerah Tabanan tepatnya didesa Pupuan terdapat Tari Rejang Ayunan yang tergolong unik apabila dibandingkan dengan tari-tarian Rejang yang lainnya. Tari Rejang Ayunan ini merupakan satu-satunya tarian yang ditarikan oleh penari laki-laki yang masih remaja. Para penarinya memakai pakean adat kepura yang serba putih. Pada akhir tariannya, para penari bermain ayunan untuk merebut makanan dan hadiah-hadiah lainnya yang disembunyikan diatas pohon dimana ayunan itu digantung, (Dibia,Cs, 1977:25-27).

Buku : Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali
Penulis : I Wayan Dibia
Penerbit : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia arti.line 1999
Hal : 10-11
Dalam buku ini menyebutkan Tari Rejang adalah sebuah tarian yang memiliki gerak-gerak tari yang sederhana dan lemah gemulai, yang dibawakan oleh para penari putri (pilihan maupun campuran dari berbagai usia) yang dilakukan secara berkelompok atau masal. Tarian ini biasanya ditarikan dihalaman pura pada waktu berlangsungnya suatu upacara dengan penuh hikmad, penuh rasa pengabdian kepada bhatara-bhatari. Para penarinya mengenakan pakaian upacara, menari dengan berbaris melingkari halaman pura atau pelinggih yang kadang kala dilakukan dengan berpegangan tangan. Di beberapa tempat Rejang juga disebut dengan ngerembes atau Sutri. Masyarakat Bali membedakan jenis-jenis tari Rejang berdasarkan status social penarinya, cara membawakan atau menarikannya, tema dan perlengkapan tariannya terutama hiasan kepala. Perbedaan dari tari-tarian Rejang ini terlihat dari symbol-simbol dan benda sakral yang dibawa penarinya, pola-pola gerakannya, cara menarikannya, maupun tata busananya.

 Buku : Skiripsi, “Tari Rejang Ayunan di Desa Pupuan”
Penulis : Luh Mas Suastri
Penerbit : Akademi Seni Tari Indonesia 1985
Hal : 10-26
            Dalam skirpsi tari ini menguraikan tentang Tari Rejang Ayunan diperkirakan ada pada abad XI tahun 1072 M yang merupakan warisan para leluhur masyarakat desa Pupuan yang perlu dilestarikan. Tarian ini merupakan satu-satunya Tari Rejang yang ditarikan oleh laki-laki karena masyarakat pada jaman itu berpandangan dan percaya bahwa hanya laki-lakilah yang pada umumnya mampu dan mempunyai kewajiban menebang hutan dan merupakan pewaris yang dilakukan sampai sekarang. Pengertian Tari Rejang Ayunan adalah Tari Rejang yang bermain Ayunan dan tarian ini dipentaskan di jabaan pura (pura paling luar). Mereka bermain Ayunan pada salah satu ujung tali yang sudah disediakan sebelumnya dengan cara bergelantungan, akhir dari tarian ini adalah salah satu penari berhasil sampai diatas dan berhak atas santapan yang sebelumnya telah disiapkan diatas pohon. Tari Rejang Ayunan ini berfungsi sebagai sarana di dalam pelaksaan upacara serta tidak pernah dipentaskan diluar dari upacara Dewa Yadnya di Pura Puseh Bale Agung Desa Pupuan.
Para penari menari atas dasar kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk melaksanakannya, secara tidak langsung mereka berkewajiban untuk nyungsung dan melaksanakan tarian tersebut. Tata rias penari masih berpedoman seperti yang sudah-sudah. Penari Tari Rejang ini tidak mempergunakan alat-alat kosmetik seperti bedak, lipstick dan sebagainya, cukup hanya dengan mencuci muka saja. Hiasan kepala tarian ini hanya memakai destar (udeng) yang berwarna putih dan dihiasi dengan sekuntum bunga kamboja. Para penari memakai baju berwarna putih, kain berwarna putih, dan saput berwarna kuning. Perlengkapan ini semuanya dibebani kepada penari masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Selama perkembangannya tarian ini mengalami perubahan hanya pada tata busana, dari segi komposisi maupun pembendaharaan gerak tidak ada yang berubah karena merupakan gerakan yang diterima sebagai warisan dari masa ke masa. Tari Rejang Ayunan hingga kini tidak menunjukkan kepunahan, bahkan mengalami perkembangan khususnya dari segi tata busananya. Namun perubahan tersebut tidak sangat berbeda dengan yang dulunya. Perbendaharaan geraknya sangat sederhana, penuh dengan rasa pengabdian kepada para leluhur. Tari Rejang di Desa Pupuan mempergunakan pengiring yang berupa gamelan gong kebyar. Namun gending yang mengiringi Tari Rejang tersebut adalah gending “Rerejangan” dan gending tersebut didapat secara turun temurun.

Komentar

  1. Menarik tentang Rejang ini, jadi ingin langsung melihatnya.

    BalasHapus
  2. tarian ini memang sangat menarik sekali,,,
    tarian ini dipentaskan setahun sekali,,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

tata lampu

Ragam Gerak Tari Pendet Pendek

Trunajaya