Tari legong kraton


ANALISIS GERAK DAN TARI
“Tari Legong Kraton”

OLEH:
 Ni Luh Dian Arista Dewi
201001005
Seni Tari




INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
2011/2012



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Atas Asung Kertha Wara Nugraha-NYA penulis dapat menyelesaikan Paper ini tepat pada waktunya. Tema yang diangkat dari Paper ini adalah Analisis Tari Legong Kraton. Sumber referensi paper ini adalah pengamatan sendiri yang dilakukan oleh penulis dan juga dari situs internet.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu penyusunan paper ini baik langsung maupun tidak langsung. Harapan lebih penulis paper ini dapat memenuhi persyaratan tugas Analisis Gerak dan Tari sesuai dengan apa yang harus diangkat dan dibahas dalam Paper.




                                                                                              Denpasar,   Januari 2012


                                                                                                             Penulis,





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………...……………………………
iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………
1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………….
2

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………
2

1.3 Tujuan ……………………………………………………………………………..
2

1.4 Manfaat …………………………………………………………………………...
2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………
3

2.1. Sejarah Tari .............................................................................................................
3

2.1.1. Periode Masyarakat Primitif ..........................................................................
3

2.1.2. Periode Masyarakat Feodal ..........................................................................
3

2.1.3. Periode Masyarakat Modern .........................................................................
4

2.2. Pengertian Tari ........................................................................................................
4

2.3. Analisis Tari Legong Kraton ....................................................................................
5

2.3.1. Sejarah Tari Legong Kraton ..........................................................................
5

2.3.2. Karakter pada Tari Legong Kraton ................................................................
7

2.3.3. Gerak pada Tari Legong Kraton ....................................................................
8

2.3.4. Ritme pada Tari Legong Kraton ....................................................................
12

2.3.5. Simbul – simbul pada Tari Legong Kraton ...................................................
13

2.3.6. Ekspresi pada Tari Legong Kraton ................................................................
14

2.3.7. Gaya/stail Tari Legong Kraton ......................................................................
15
BAB III PENUTUP ……………………...……………….……………………………….
18
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………………....
18
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
19




BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
                Bali adalah sebuah pulau di Indonesia yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok dengan Ibukota provinsinya ialah Denpasar. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budaya, berupa tarian. Tari Bali merupakan suatu cabang seni pertunjukan yang mengandung serta dijiwai oleh nilai budaya Hindu – Bali. Dilihat dari fungsinya dalam aspek kehidupan ritual dan sosial masyarakat setempat, Tari Bali secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu 1.Seni upacara atau seni wali dan bebali, 2. Seni tontonan/hiburan atau balih – balihan. Pakar seni tari Bali I Made Bandem pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari modern lainnya.
Kesenian tari bagi masyarakat Bali memang tak bisa dipisahkan. Tarian Bali, seperti Legong, Janger, Baris, Kecak, adalah tarian yang disakralkan dan mengalami masa jaya pada tahun 1930. Adapun pertunjukan Tari Tradisional Bali terutama di daerah Ubud diadakan berbagai macam tarian Bali dari berbagai sanggar tari, biasanya tarian yang populer dikalangan para wisatawan antara lain yaitu tari Legong, tari Kecak, tari Barong dan lain-lain. Tari Legong yang menjadi salah satu tarian favorit yang ditonton oleh para wisatawan baik wisatawan Nusantara maupun wisatawan Mancanegara merupakan tarian yang dikembangkan di keraton atau istana-istana di Bali. Tari Legong Kraton  ditarikan oleh tiga orang gadis dan tari Legong sendiri mempunyai banyak ragam atau macamnya.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa peemasalahan sebagai berikut:
1.    Bagaimana sejarah Tari ?
2.    Apa pengertian Tari ?
3.    Bagaimana Analisis Tari Legong Kraton?

1.3    Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah
1.    Untuk memenuhi tugas Analisis Gerak dan Tari
2.    Untuk mendefinisikan sejarah Tari
3.    Untuk mengetahui pengertian serta Tari
4.    Untuk menganalisis Tari Legong Kraton
5.    Menambah wawasan dan pengetahuan

1.4    Manfaat
1.    Kita dapat mengetahui sejarah Tari
2.    Kita dapat mengetahui pengertian Tari
3.    Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pertumbuhan Tari Legong Kraton


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.     Sejarah Tari
Seni tari merupakan perwujudan dari ekspresi jiwa seni daripada masyarakat Bali yang didalamnya terkandung jiwa dan rasa budaya Bali yang dimana nampaknya lebih banyak terbentuk oleh Kebudayaan Hindu. Menurut struktur masyarakatnya, seni Tari Bali dapat dibagi menjadi 3 periode (tahap) yaitu:

2.1.1.    Periode Masyarakat Primitif (Pra-Hindu) (20.000 S.M-400 M)
Pada zaman Pra-Hindu kehidupan orang-orang di Bali dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya. Ritme alam mempengaruhi ritme kehidupan mereka. Tari-tarian meraka menirukan gerak-gerak alam sekitarnya seperti alunan ombak, pohon ditiup angin, gerak-gerak binatang dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk gerak semacam ini sampai sekarang masih terpelihara dalam Tari Bali. Dalam zaman ini orang tidak saja bergantung kepada alam, tetapi mereka juga mengabdikan kehidupannya kepada kehidupan sepiritual. Kepercayaan mereka kepada Animisme dan Totemisme menyebabkan tari-tarian mereka bersifat penuh pengabdian, berunsurkan Trance (kerawuhan), dalam penyajian dan berfungsi sebagai penolak bala. Salah satu dari beberapa bentuk tari bali yang bersumber pada kebudayaan Pra-Hindu ialah Sanghyang.

2.1.2.    Periode Masyarakat Feodal (400 M-1945)
Pada masyarakat feodal perkembangan Tari Bali ditandai oleh elemen kebudayaan hindu. Pengaruh Hindu di Bali berjalan sangat pelan-pelan. Dimulai pada abad VII yaitu pada pemerintahan Raja Ugrasena di Bali. Pada abad X terjadi perkawinan antara Raja Udayana dengan Mahendradatta, ratu dari jawa timur yang dari perkawianan tersebut lahir Raja Airlangga yang kemudian menjadi raja di jawa timur. Sejak itu terjadi hubungan yang sangat erat antara jawa dan bali. Kebudayaan bali yang berdasarkan atas penyembahan leluhur ( animisme dan totemisme) bercampur dengan Hinduisme dan Budhisme yang akhirnya menjadi kebudayaan Hindu seperti yang kita lihat sekarang catatan tertua yang menyebutkan tentang berjenis-jenis seni tari ditemui di jawa tengah yaitu batu bertulis jaha yang berangka tahun 840 Masehi. Pada zaman Feodal tari berkembang di istana, dan berkembang juga dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kepentingan agama yang tidak pernah absen dari tari dan musik.

2.1.3.    Periode Masyarakat modern (sejak tahun 1945)
Didalam masyarakat modern yang dimulai sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, patromisasi dari kerajaan-kerajaan di zaman Feodal mulai berkurang. Pada masa ini banyak diciptakan tari kreasi-kreasi baru, walaupun kreasi baru itu masih berlandaskan kepada nilai tradisional; yaitu hanya perobahan komposisi dan interpretasi lagu kedalam gerak. Pada masa ini seniman – seniman bebas mengembangkan daya kreativitasnya. Para seniman secara sadar, kreatif, dan terus menerus memasukkan ide – ide baru kedalam kesenian, khususnya Tari Bali.

2.2.     Pengertian Tari
Tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerakan-gerakan tubuh manusia. Tari dapat dinikmati melalui bentuk visualnya dan merupakan seni sesaat. Para ahli mempunyai pendapat tersendiri mengenai pengertian tari, mereka berpendapat bahwa substansi dari tari adalah irama/ritme dan gerak – gerak yang ritmis atau telah mengalami penataan secara koreografis. Kedua aspek ini sudah dikenal sejak anak usia dini, seperti pada anak usia setengah sampai satu tahun. Gerakan – gerakan anggota tubuh seperti tangan dan kepala biasanya dapat terangsang oleh bunyi – bunyian tertentu seperti tepukan tangan yang ritmis ataupun bunyi – bunyi yang sederhana. Fenomena ini menunjukan dua hal, yang pertama tari merupakan jenis kesenian yang relatif mudah direspon oleh siapa saja. Kedua gerak – gerak itu lahir karena adanya rangsangan yang ditimbulkan oleh bunyi – bunyian yang ritmis atau berirama. Jadi definisi tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melallui gerak – gerak yang ritmis dan indah dengan dilandasi budaya. Dalam kontek budaya tari memiliki nilai – nilai tertentu sesuai dengan peradaban manusia. Berdasarkan jenisnya, Tari Bali dapat diklassifikasikan menjadi 4 yaitu: 1) jenis tari menurut fungsinya, 2) jenis tari menurut koreografinya, 3) jenis tari menurut cara penyajiannya, 4) jenis tari menurut tema atau isinya.

2.3.     Analisis Tari Legong Keraton
2.3.1.    Sejarah Tari Legong Kraton
Istilah “Legong Keraton”  terdiri dari dua kata yaitu Legong dan Keraton. Masing – masing istilah tersebut sebenarnya sudah cukup populer di kalangan masyarakat Bali, hanya saja dari segi ilmu pengetahuan pengertian itu masih perlu diungkapkan. Mereka pada umumnya telah mengenal Legong itu ialah salah satu bentuk tari Bali jenis wanita yang ditarikan oleh dua atau tiga orang gadis, seorang diantaranya sebagai condong, yang nantinya akan menyerahkan kipas kepada dua penari berikutnya.
Kata Legong di duga berasal dari bahasa Bali (bahasa Nusantara) yaitu dari kata “leg” yang dikombinasikan dengan kata “gong” sehingga menjadi “Legong”. Dalam bahasa Balinya akar kata “leg” berarti gerak yang luwes dan elastis. Dengan pengertian kata sifat luwes dan elastis ini kiranya dapat disimpulkan bahwa “gerak” yang dimaksud disini adalah gerak tari sehingga kaya “leg” dapat kita artikan dengan gerak tari atau tari saja. Sedangkan “gong” berarti sebuah gamelan atau sebarung gamelan, sehingga “leg – gong” (Legong dapat kita simpulkan sebagai suatu tarian yang diiringi dengan gamelan gong. Istilah legong ini rupanya juga mengalami perkembangan menjadi “Legong Kraton”. Kata Kraton ini berarti Istana. Mungkin tambahan tersebut timbul karena tari – tarian di Bali juga dapat diasosiasikan dengan lanjutan, bahwa tari legong di Bali juga merupakan hasil kesenian Istana (puri).
Ada kemungkinan tari legong dikembangkan dari sebuah tari upacara, terutama dari tari Sanghyang. Bahkan kata legong acap sekali dikaitkan dengan kata Sanghyang itu sendiri seperti Sanghyang Legong. Sejak abad ke-19 tampak ada pergeseran: Legong berpindah dari istana ke desa. Tari Legong bukan lagi merupakan kesenian istana karena pengaruh istana makin lama semakin melemah dan Tari Legong menjadi milik masyarakat umum. Wanita-wanita yang pernah mengalami latihan di istana kembali ke desa dan mengajarkan tari Legong kepada generasi berikutnya. Banyak sakeha (kelompok) Legong terbentuk, khususnya di daerah Gianyar dang Badung. Guru-guru tari Legong juga banyak bermunculan, khususnya dari desa Saba, Bedulu, Peliatan, Klandis, dan Sukawati. Murid-murid didatangkan dari seluruh Bali untuk mempelajari tari Legong, kemudian mengembangkannya kembali ke desa-desa. Legong menjadi bagian utama setiap upacara odalan di desa-desa.
Sampai sejauh ini, belum dapat dipastikan kapan sesungguhnya Tari Legong diciptakan. Lakon yang biasa dipakai dalam Legong kebayakan bersumber pada:
1.      cerita Malat khususnya kisah Prabu Lasem,
2.      cerita Kuntir dan Jobog (kisah Subali Sugriwa),
3.      Legod Bawa (kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa),
4.      Kuntul (kisah burung),
5.      Sudarsana (semacam Calonarang),
6.      Palayon,
7.      Chandrakanta dan lain sebagainya.

2.3.2.    Karakter pada Tari Legong Kraton
Karakter adalah penokohan yang digambarkan di dalam sebuah tari. Keberhasilan sebuah pertunjukan tari sangat ditentukan oleh ketepatan, kecekatan, dan kecerdasan di dalam menentukan dan membawakan suatu karakter. Dari segi karakter atau perwatakan legong mempunyai kakhasan dibandingkan dengan tari – tari lainnya di Bali. Drama Tari Gambuh, Arja, Wayang, Topeng dan lain – lainnya jika dilihat dari karakter/perwatakannya dipengaruhi oleh etika kehidupan raja – raja di Jawa Timur pada jaman dulu. Drama Tari tersebut mempunyai watak gerak sesuai dengan tokoh di dalam satu cerita. Agem raja berbeda dengan agem prabangsa, agem demang berbeda dengan agem arya, seperti yang terlihat di dalam Drama Tari Gambuh.
Kendatipun legong memakai lakon yang sama dengan Drama Tari Gambuh (cerita malat, dll) namun cerita ini tidak mempengaruhi watak dari pembendaharaan geraknya. Legong merupakan satu wadah, mempunyai bentuk tersendiri dan dapat menerima hampir semua cerita sebagai tema.  Di dalam tari legong, bahwa tokoh Condong dan Legong adalah lebih penting dari pada tokoh di dalam cerita. Legong dapat dipisahkan dari cerita, untuk menikmati legong faktor cerita adalah merupakan faktor kedua. Legong mengutamakan gerak – gerak yang aethetis, abstrak, kendatipun bahwa dibelakang gerak – gerak itu masih tersimpan unsur – unsur drama.
Tari Legong Kraton memakai karakter tari putri halus, dimana dalam gerak – gerak tarinya didominasi oleh gerakan yang lemah gemulai, anggun dan lembut. Di dalam tari legong ada tiga tokoh yang utama yairu: 1 penari Condong dan 2 penari Legong yang diberi peranan sesuai dengan tema. Untuk mengetahui identitas pada ketiga tokoh ini orang – orang tidak perlu mengetahui cerita terlebih dahulu. Legong nampak jelas merupakan perpaduan antara tari Sanghyang dan Gambuh, dimana unsur improvisasi di dalam tari Sanghyang diikat oleh pola – pola Gambuh. Tempo geraknya dipercepat disesuaikan dengan tempo gamelan yang mengiringinya.

2.3.3.    Gerak pada Tari Legong Kraton
Gerak merupakan prinsip utama atau media utama yang membangun sebuah tarian. Melalui rangkaian gerak yang ditata sedemikian rupa secara koreorafisnya tari tersebut bisa terwujud. Pada mulanya tari legong merupakan satu jenis tari improvisasi tapi dalam pertumbuhan selanjutnya gerak – gerak tarinya dikomposisikan berdasarkan salah satu tarian yang ada dalam Gambuh. Jika dilihat dari perbendaharaan gerak, nampaknya gerak – gerak yang sukar yang terdapat dalam penggambuhan, disempurnakan (dihaluskan), disesuaikan dengan gambelannya yang cepat dan dinamis, sehingga menjadilah legong seperti yang ada sekarang. Gerak – gerak tari dalam palegongan sangat dinamis, indah dan abstrak, walaupun pada akhirnya dibalik gerak – gerak itu tersembunyi gerak – gerak yang bersifat dramatis.
Struktur pada tari Legong Kraton ini terdiri dari pepeson, pengawak, pengecet dan pekaad. Pepeson merupakan penampilan pertama atau bagian permulaan dimulai dari tampilnya tari Condong. Sikap dan Gerak pada tari Condong adalah:
1.    Ngocok langse adalah gerakan tangan menggetarkan langse (kain tabir)
2.    Miles adalah tumit diputar kedalam (kanan – kiri). Gerakan ini misalnya terjadi pada pergantian posisi ngagem.
3.    Mungkah lawang adalah gerakan tari yang pertama sebagai awal dari suatu tarian. Maksud dari gerakan ini yaitu untuk membuka langse.
4.    Agem kanan adalah berat badan ada pada kaki kanan, jarak kaki kira-kira 1 genggam serta badan condong ke kanan. Tangan kanan sirang mata dan tangan kiri sirang susu.
5.    Sledet adalah gerakan mata yang dimana gerakan ini dapat dilakukan ke samping kanan atau kiri dan merupakan ekspresi pokok dalam tari Bali.
6.    Luk nerudut adalah gerakan kepala ke kanan dan ke kiri yang ditarik secara stakato.
7.    Ngelangkar gunung adalah gerakan mata ke samping atau ke depan yang dimulai dari jarak dekat kemudian meloncat jauh.
8.    Ngotag adalah gerakan leher ke samping kanan dan kiri dengan cepat yang tekanannya ada pada dagu.
9.    Ulap – ulap adalah posisi lengan agak menyiku dengan variasi gerak tangan seperti orang memperhatikan sesuatu.
10.    Ombak angkel adalah posisi tangan sirang susu dan sepat pala, posisi jari tangan keduanya ngeruji tekanan terletak pada kedua pergelangan tangan yang jatuh bersamaan aksen pengiringnya.
11.    Ngejat pala adalah kecepatan dari gerakan ngotag pala
12.    Agem kiri adalah berat badan ada pada kaki kiri, jarak kaki kira-kira 1 genggam serta badan condong ke kiri. Tangan kiri sirang mata dan tangan kanan sirang susu.
13.    Ngelo adalah gerak tangan bergantian sejajar dengan pinggang dan dahi
14.    Ngenjet adalah menekankan kaki kanan atau kiri secara bergantian ke depan, tumit tidak menempel di tanah (menjinjit) dan badan agak merendah (ngeed).
15.    Nyeregseg adalah gerakan kaki dengan langkah ke samping cepat dan bisa digerakkan kesegala arah.
16.    Ngumad adalah gerakan menarik kaki yang didominit oleh gerakan tangan ke arah sudut belakang. Gerakan ini dipakai pada waktu akan ngangsel ngeteb ataupun ngumbang.
17.    Ngumbang adalah gerakan berjalan pada tari wanita dengan jatuhnya kaki menurut maat gending ataupun pukulan kajar.
18.    Rebut muring adalah posisi agem kanan, kaki kiri digetarkan mata mendelik, kemudian angkat kaki kanan pandangan pojok kanan dengan tangan silang, angkat kaki kiri pandangan ke depan tangan luk nagasatru sogok kanan agem kanan, sledet, ngejat pala angkat kaki kiri tangan luk nagasatru kaki kanan ke belakang pandangan ke pojok kanan tangan kiri sepat pala dan tangan kanan di depan susu, sledet kiri ngotag pala kembali ke depan agem kanan disertai luk nerudut naik turun diikuti ngejat leher. Sedangkan rebut muring ke kiri sama dengan posisi di kanan.
19.    Milpil adalah gerakan berjalan juga, hanya ragamnya lebih halus, kadang – kadang injakan – injakan tapak kai lebih dari satu kali.
20.    Lasan megat yeh adalah sikap kaki sama dengan sregseg hanya berbeda pada arah gerakan yaitu ke sudut kanan depan.
21.    Ngepik adalah leher direbahkan ke kanan dan ke kiri.

Pengawak adalah bagian pokok dari Legong Kraton yang bentuknya sangat abstrak. Pengecet adalah lanjutan daripada pengawak. Bentuknya juga abstrak dan setelah pengecet barulah drama dalam Legong Kraton dimulai. Pengawak dan pengecet merupakan bagian pokok dalam legong kraton dan sekaligus merupakann prologue dari pepeson Legong Kraton. Dan dari pengawak dan pengecet penonton akan mengetahui apa tema yang dipakai. Bagian terakhir yaitu pekaad dimana bagian ini merupakan penutup tari Legong Kraton. Sikap dan gerak pada tari Legong Kraton adalah:
1.    Tanjek ngandang adalah tanjek satu kali dengan kaki ngandang.
2.    Tanjek panjang adalah posisi ngelus digabung dengan ngembat kiri.
3.    Tanjek ngempat adalah tanjek sambil jongkok dan menaikkan lutut empat kali.
4.    Ngenjet adalah tangan (posisi tangan) turun sirang pinggang digerakkan bergantian panjang disertai gerak leher dan badan.
5.    Ngubit adalah gerak pergelangan tangan ngukel dibawah ketiak ke salah satu arah kanan atau kiri.
6.    Ngelukun adalah lanjutan dari gerak ngubit tangan kiri, kanan ditempatkan disebelah mnyebelah susu.
7.    Gulu ngangsul adalah gerak leher (pangkal).
8.    Ngengsog adalah posisi ngelukun diberi gerak perubahan berat badan kanan kiri empat kali dan terakhir tarik sampai salah satu kaki ngilut.
9.    Ngelus adalah pegangan kipas yang ditekan kedada, posisi ini digabung dengan ngembat kiri dan bernama tanjek panjang digabung dengan ngelukun dan terdapat pula pada gerak ngelung kiri.
10.    Ngeliput adalah pegangan kipas di ujung tangan (nyungsung) dengan digerakkan (untul-untul) berputar pergelangan tangan, gerak ini terdapat pada gerak ngumbang, perubahan posisi.
11.    Ngepel adalah pegangan kipas kearah luar, kalau kedalam dan ditekankan di dada disebut ngekes. Gerak ini terdapat pada agem kanan, nyigug nyeregseg.
12.    Nyigug adalah posisi yang salah pada letak tangan. Umpamanya : agem kanan tangan kanan, harus sirang mata tetapi ditaruh sirang susu.
13.    Mentang laras adalah posisi tangan kiri ngepit sirang mata, tangan kanan posisi agem sirang mata, ngepel.
14.    Milpil adalah gerakan berjalan juga, hanya ragamnya lebih halus, kadang – kadang injakan – injakan tapak kai lebih dari satu kali.
15.    Durga adalah posisi gerak dengan ngangkat kaki kanan tanjek kiri agem kanan, kaki kiri digetarkan disertai ngepel kipas sledet nyegut berulang-ulang lebih kurang 3 kali. Kemudian dilanjutkan dengan agem kiri gerakan sama dengan agem kanan.
16.    Ngelung kiri adalah tangan kiri ngambat kiri jari – jari dengan telapak tangan menghadap kebelakang, tangan kanan menyiku kipas ngekes, kaki kanan digetarkan badan condong kiridilanjutkan ngelung kanan sirang susu kipas ngepel tangan kiri menyiku dan jari – jari berdiri tegak.
17.    Ngepik adalah leher direbahkan ke kanan dan ke kiri.
18.    Nyeregseg adalah gerakan kaki dengan langkah ke samping cepat dan bisa digerakkan kesegala arah.
19.    Ngumad adalah gerakan menarik kaki yang didominit oleh gerakan tangan ke arah sudut belakang. Gerakan ini dipakai pada waktu akan ngangsel ngeteb ataupun ngumbang.
20.    Ngumbang adalah gerakan berjalan pada tari wanita dengan jatuhnya kaki menurut maat gending ataupun pukulan kajar.

2.3.4.    Ritme pada Tari Legong Kraton
Ritme merupakan unsur yang paling kuat dan meyakinkan disamping kehebatan tehnik. Dalam tari unsur ritme sangat berperan penting, pemahaman dasar dan kunci – kunci penataan ritme akan menambah kenikmatan dinamika, sehingga suatu tarian tidak akan menoton, karena manusia tidak akan pernah dapat bertahan dalam sebuah suasana yang mutlak yang tidak berubah – ubah intensitasnya. Pada Tari Legong Kraton ini memakai gamelan Palegongan, kesatuan barungan ini terdiri dari pada sejumlah alat – alat yang mempunyai nama – nama tersendiri dan fungsi terhadap kesatuan barungannya.
Sesuai dengan bentuknya yang mengkhusus masing – masing bebarungan gamelan di Bali, maka lagu – lagu daripada setiap jenis gamelan itu mempunyai susunan komposisi tersendiri yang merupakan bentuk khas dari setiap jenis gambelan itu. Demikian pula halnya dengan lagu – lagu palegongan mempunyai bentuk tersendiri dengan ciri – ciri keasliannya yang berbeda dengan lagu – lagu gambelan lainnya. Ciri khas dari pada lagu – lagu palegongan yang pertama adalah penonjolan permainan melodi gender rambat, kemudian melodi kendang untuk bagian lagu pengawak dan susunan komposisi yang memberi peluang – peluang untuk tandak (seni suara vokal) yang baik sekali. Lagu – lagu palegongan bilamana tidak disertai tandak akan kurang lengkap/mantap.
Penyusunan lagu – lagu iringan Legong Kraton biasanya diintikan oleh tiga pokok lagu yaitu pengawak, pengecet, pekaad. Setelah adanya tiga inti tersebut kemudian dilengkapi dengan beberapa jenis melodi sebagai perbendaharaan susunan tari. Melodi pelengkap yang dimaksud adalah pengalihan atau disebut juga gineman, pengawit, gabor bapang, lelonggoran, pengipuk, batel maya, pangetog, pemalpal dan tangis. Melodi – melodi pelengkap tersebut belum tentu selalu terpakai pada setiap komposisi lagu iringan tari palegongan. 

2.3.5.    Simbul – simbul pada Tari Legong Kraton
Kendatipun Tari Legong Kraton mempunyai bentuk – bentuk gerak yang sangat abstrak namun bagian belakang dari pada tarian itu selalu memakai cerita atau bersifat drama tari. Dalam tarian ini memakai cerita malat khususnya kisah tentang percintaan Prabu Lasem dan Langkaisari. Tokoh condong merupakan simbol dari pelayan di istana atau kraton. Simbul gerak pada tari legong yaitu pada saat pendramaan menceritakan tentang percintaan Prabu Lasem dengan Langkaisari. Pada tokoh Langkaisari terdapat gerak tetangisan yang dimana gerak tersebut simbul dari ekpresi sedih dengan pandangan ke bawah, dan terdapat pula gerak ngeluru yaitu simbul dari mimik sedih dan pandangan sayu. Namun terdapat perbedaan pada tokoh Lasem, dimana dalam tokoh ini terdapat gerak kenyum manis dan luru yaitu simbul dari perasaan riang gembira dan tersenyum.

2.3.6.    Ekspresi pada Tari Legong Kraton
Ekspresi adalah luapan emosi yang muncul dari lubuk hati sang seniman yang paling dalam. Ekspresi merupakan medium yang tidak kalah penting di dalam dunia tari. Hidup matinya tarian sangat ditentukan pleh kepintaran dan penguasaan teknik yang baik dari seorang penari di dalam mempermainkan dan menggunakan raut muka atau ekspresi. Dengan kata lain penggunaan ekspresi yang tepat dan benar dapat memberikan jiwa, kharisma atau taksu dari setiap tarian yang dibawakan. Dan dari ekspresi yang baik juga dapat mendampakkan identitas dan intensitas dari setiap seniman.
Tari Legong Kraton merupakan tari putri halus yang menggunakan permainan raut muka dominan bibir senyum, gerakan mata tenang, seledet tanpa di ikuti dengan alis, ngelier dan fokus bijaksana dan berwibawa. Dalam hal ini make up juga merupakan hal yang penting untuk menunjang ekspresi dalam suatu tarian. Melalui make up dapat merubah wajah seseorang dari wajah natural menjadi karakter-karakter tertentu di dalam suatu pertunjukan, yang tentunya akan berpengaruh juga terhadap ekspresi. Tari Legong Kraton yang termasuk kedalam tari putri halus dibuat dalam bentuk baik garis alis, eye shadow, cundang dan caling kidang lebih ramping dan lembut. Warna bedak dominan kuning langsat, merah pipi lembut menyatu dengan bedak, eye shadow cerah dengan kombinasi warna menyesuaikan dengan warna kostum, lipstik warna merah cerah dalam penggambaran karakter putri halus yang anggun, lembut dan bijaksana.

2.3.7.    Gaya / stail Tari Legong Kraton
Di masing – masing daerah terdapat berbagai macam bentuk tari sebagai gaya atau stail dan sekaligus merupakan indentitas dan karakteristik dari setiap daerah. Bahkan lebih spisifik gaya atau stail tari Bali sangat berpengaruh secara integral dan kental disamping oleh tradisi daerah dimana tarian itu berada dan juga karena kebebasan seniman secara sadar, kreatif, dan terus menerus memasukkan ide – ide baru kedalam kesenian itu. Dalam paper ini akan di bahas mengenai gaya atau stail Tari Legong Kraton yang terdapat di Peliatan Ubud.
a)    Asal Mula Legong Peliatan
Sebelum tahun 1928, kesenian Legong dibina dan diayomi oleh Puri Agung Peliatan. Menurut Babad Dalem Sukawati, kehidupan berkesenian di Puri Peliatan dan Puri Tegalalang dipengaruhi oleh Puri Sukawati karena masih ada hubungan keluarga. Demikian halnya dengan tarian Legong yang muncul di Sukawati pada awal abad XIX, di Puri Agung Peliatan juga terdapat tarian Legong namun lebih dahulu hidup di Puri Tegalalang. Fungsi tari Legong pada jaman itu sebagai huburan raja-raja. Di samping itu menurut pengakuan A.A.Gde Mandera (alm), tari Legong terus menerus diajarkan karena merupakan dasar tari Bali untuk karakter perempuan. Semenjak tahun 1931 kehidupan kesenian Peliatan berkedudukan di Puri Kaleran rumah A.A.Gede Mandera. Semenjak itu kemasyuran tari Legong merebak ke mancanegara menjadi salah satu jenis tari Bali yang paling elok yang menandai awal bisnis pariwisata di Bali.
Wayan Lotering dari Kuta, Badung merupakan seorang Guru Tari dan Komposer yang telah mengajar tari sejak lama, sebelum kemerdekaan. Karena kesibukannya, beliau tidak bisa lagi untuk mengajar tari di Peliatan. Atas kesepakatan yang dibuat, akhirnya I Gusti Made Sengog dari desa Peliatan menggantikan Wayan Lotering sebagai guru tari. Sejak itulah Sengog terus menerus mengajar Legong kepada gadis yang terpilih menjadi penari. Pada mulanya struktur maupun perbendaharaan gerak tari Legong Peliatan mengikuti gaya Pak Lotering. Selanjutnya pembelajaran tari Legong berjalan dengan baik, sudah tentu berkat kejelian Mandera dalam memperhatikan teknik pengajaran Sengog yang menanamkan perbendaharaan gerak tari yang spesifik sebagai kekhasan gaya Peliatan. Karena sangat kagum dengan gerakan tari Ballet yang lincah dengan posisi telapak kaki menjinjit dan dada dibusungkan, A.A.Gede Mandera pada tahun 1953, memperbaharui gerakan Tari Legong. Demikianlah terjadi perubahan pada agem yang dari semula posisi badannya tegak lurus menjadi menonjol kedepan (cengked) serta pundak ditarik kebelakang. Hal ini dilakukan agar penari kelihatan lebih seksi karena akan dipertunjukkan kepada penonton sehingga enak dipandang.

b).  Teknik Pembelajaran Tari Legong di Peliatan Ubud
Dalam pembelajaran tari, Mandera menerapkan dua hal yang mendasar. Bagi anak perempuan, sebagai dasar tari diajari tari Legong karena perbendaharaan gerak lebih lengkap. Sedangkan anak laki-laki diajarkan tari Baris. Pelatihan Tari Legong gaya Peliatan dari semula biasanya dilakukan pada siang hari yang diiringi permainan kendang Gungkak Mandera dan gumaman melodi oleh Niang Sengog sendiri. Untuk memberi dasar gerak, Sengog membantu pembentukan olah tubuh lewat pijatan tubuh penari dengan kaki agar tubuh menjadi luwes dan lentur. Tubuh betul-betul terasa sakit guna mendapatkan agem yang kuat. Tubuh harus tengkurep di lantai, kemudian diinjakinjak untuk melemaskan otot. Di bawah ketiak diikat sabuk setagen supaya agem tidak berubah. Untuk melatih gerakan ngelayak (kayang) dilakukan sendiri dengan bersandar di atas meja yang setinggi pinggang. Di samping itu kadang-kadang pelatih tari berdiri di samping sembari memegang pinggang penari.
Dalam mengajar tari, Biang Sengog melakukan secara tradisional. Ia mendorong punggung calon penari sambil memegang kepala agar wajah lebh mendongak dan menarik pundak supaya kedua belikat bersatu. Kaki beliau digunakan untuk menggeser dan membuka kaki penari. Sengog jarang memberi contoh di depan tetapi langsung memegang dari belakang seolah memeluk muridnya. Kemudian kedua tangannya membimbing gerakan kepala, mengarahkan posisi tubuh penari hingga dianggap sempurna. Selepas mengajar, Gungkak Mandera dan Niang Sengog menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdiskusi mengenai pengajaran tari dan rencana seka gong Gunung Sari ke depan. Keduanya mempunyai idealisme yang sama yakni mempertahankan ciri khas palegongan dan tetabuhan ala Peliatan sehingga dikenal orang luar. Lantaran pengajaran tari di Puri Peliatan digelar dengan tulus dan tanpa pamrih, maka sejumlah orang, baik dari lingkungan desa Peliatan maupun dari luar Peliatan, menitipkan anak-anak mereka di Puri Peliatan untuk diajari tarian, khususnya palegongan.
Setelah para penari dianggap piawai dan di pelaspas (dibuatkan sesajen menari pertama kali) maka mereka boleh mempertunjukkan tariannya. Kadangkala Sengog menyelinap diantara penonton memperhatikan gerakan penari untuk keesokan harinya memberikan kritik dan memperbaiki gerakan yang dianggap tidak benar. Pertunjukannya cukup kerap, baik untuk melengkapi kegiatan upacara keagamaan ataupun sebagai hiburan para tamu dan turis mancanegara.

c)    Ciri Khas Legong Kraton versi Peliatan
Legong merupakan tarian asal Bali, tarian ini memberi satu warna tersendiri bagi penikmatnya. Tak mengherankan, banyak sekali paket pertunjukkan Tari Legong  yang ditawarkan dalam industri pariwisata Bali. Khususnya pada Tari Legong Kraton versi Peliatan sangat berbeda dengan Tari Legong Kraton versi lainnya. Gaya tarian yang diajarkannya agak berbeda dengan pengajar lainnya, cenderung dinamis penuh getaran dan bertenaga dengan sikap tubuh yang condong ke depan serta dagu diangkat. Yang menarik adalah gaya yang diajarkan sangat mirip dengan gambar sketsa gerakan legong yang tercantum dalam buku Island of Bali, karangan Miguel Covarrubias. Gaya ini kemudian menjadi ciri khas Legong Peliatan.
Dengan ciri khas diatas maka masyarakat akan lebih mudah membedakan asal dari Tari Legong Kraton tersebut. Sesungguhnya setiap pengajar/sanggar mempunyai gaya-gaya yang berbeda dalam pengajaran Tari Legong Kraton, namun tari ini memang sangat berbeda dari yang lainnya.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Diduga kata legong berasal dari kata “leg” yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur yang merupakan ciri pokok tari Legong. Adapun “gong” yang berarti instrument pengiringnya artinya gamelan. Legong dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Tari Legong Kraton awalnya merupakan tarian istana/kraton yang dimana tarian ini dipentaskan khusus untuk disuguhkan kepada raja – raja. Namun seiring berjalannya waktu tarian istana ini dapat dipentaskan oleh masyarakat biasa. Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan tari legong ini diciptakan. Tari Legong  mempunyai struktur gerak yaitu Pepeson, pengawak, pengecet dan pekaad.
Dalam menganalisis sebuah tarian dapat dilihat dari karakter, gerak, ritme, ekspresi, simbul – simbul, serta gaya dan stailnya. Tari Legong Kraton versi Peliatan sangat berbeda dengan versi Tari Legong Kraton lainnya. Gaya tarian yang diajarkannya agak berbeda dengan pengajar lainnya, cenderung dinamis penuh getaran dan bertenaga dengan sikap tubuh yang condong ke depan serta dagu diangkat. Di dalam perkembangan dunia Pariwisata pada saat sekarang ini kehidupan serta kelestarian Tari Legong Kraton mendapat godaan - godaan. Oleh karena itu Tari Legong Kraton perlu dipelihara dibina kehidupan dan dilestarikan untuk menjaga keluhuran daripada nilai – nilai yang terkandung didalamnya.
.


DAFTAR PUSTAKA

Cerita, I Wayan dan Putra Padmini, Tjok Istri. “Analisis Tari dan Gerak”. Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.2009
Dibia, I Wayan.  “Mengenal beberapa tari-tarian rakyat di Bali”. Proyek pengembangan Institut Kesenian Indonesia Jakarta Sub/bagian proyek ASTI Denpasar (Juli 1979): 6-11.

_____________. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 1999.

Rota, Ketut (dkk). “Penngantar Dasar Beberapa Tari Bali”. Proyek Akademi Kesenian Bali Denpasar. 1977

Ruastiti, Ni Made. “Seni Pertunjukan Pariwisata Bali Kemasan Baru Denpasar; Prespektif Kajian Budaya.” (Disertasi), Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar 2008.

www.kevinabali.wordpress.com/tag/tari/








Komentar

Postingan populer dari blog ini

tata lampu

Ragam Gerak Tari Pendet Pendek

Trunajaya