tari rejang


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Tari Bali merupakan suatu cabang seni pertunjukan yang mengandung serta dijiwai oleh nilai budaya Hindu – Bali. Dilihat dari fungsinya dalam aspek kehidupan ritual dan sosial masyarakat setempat, Tari Bali secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu 1.Seni upacara atau seni wali dan bebali, 2. Seni tontonan/hiburan atau balih – balihan. Seni upacara pada umumnya memiliki nilai – nilai religius, sangat disakralkan (disucikan dan dikeramatkan), karena melibatkan benda – benda sakral. Pementasan kesenian upacara ini tidak boleh sembarangan melainkan harus pada waktu dan tempat tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan upacara ritual.
Di dalam masyarakat Bali hingga kini terdapat berbagai jenis tari – tarian upacara adat dan agama (Hindu). Tari – tarian upacara yang dikenal oleh kalangan masyarakat Bali sangat luas antara lain: Rejang, Sanghyang, Baris Gede, Barong dan Pendet. Seni Tari Upacara dalam kurun waktu yang cukup panjang, telah mengalami berbagai perubahan yang menyangkut isi, bentuk, dan tata penyajian kesenian itu sendiri, terjadi karena para seniman secara sadar, kreatif, dan terus menerus memasukkan ide – ide baru kedalam kesenian mereka. Salah satu sarana untuk mempertebal keyakinan dan menghubungkan diri dengan Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa adalah dengan cara berkesenian. Pementasan Tari  Rejang agar keselamatan dunia tetap terjaga yaitu dunia atas, tengah dan bawah yang berpijak terhadap konsep tiga kerangka kehidupan masyarakat agama Hindu di Bali. Konsep tersebut adalah Tri Hita Karana.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.   Bagaimana makna Tari Rejang dalam Upacara Keagamaan?
2.   Bagaimana Tari Rejang dalam Perspektif  Tri Hita Karana?

1.3  Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah
1.   Untuk memenuhi tugas mata kuliah Seni Pertunjukan Indonesia II
2.   Untuk mengetahui hubungan Tari Rejang dalam perspektif  Tri Hita Karana
3.   Menambah wawasan dan pengetahuan

1.4  Manfaat
1.   Kita dapat mengetahui makna Tari Rejang dalam Upacara Keagamaan
2.   Kita dapat mengetahui hubungan Tari Rejang dalam perspektif  Tri Hita Karana


 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Makna Tari Rejang dalam Upacara Keagamaan
Salah satu sarana untuk mempertebal keyakinan dan menghubungkan diri dengan Ida Sanghyang Widi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa) adalah dengan cara berkesenian. Agama Hindu di Indonesia memiliki kekayaan kesenian yang jelas berhubungan dengan kepercayaan. Kehidupan sehari-hari masyarakat Bali yang beragama Hindu seolah-olah tidak dapat dipisahkan dengan unsur-unsur kebudayaan dan kesenian. Persembahan tersebut dengan bentuk sesaji dengan penuh kecermatan dalam pemilihan bahan-bahan sesaji, nampak menyajikan simbol-simbol yang bersifat ekspresif dengan rasa estetik dan penataan artistik.  Upacara keagamaan yang lebih besar yang banyak dilakukan setiap tahunnya di pura-pura yang sakral, khususnya seni tari sangatlah menonjol. Sebagian besar seni pertunjukan tari atau drama ada hubungannya dengan upacara ritual. Misalnya tarian wali yang memiliki sifat suci, dipertunjukan dalam hubungannya untuk memperkuat kepercayaan dan memformulasikan konsepsi agama mengenai kehidupan manusia.  Tarian yang berhubungan dengan religi atau kepercayaan bersifat sakral atau suci, seperti misalnya banyak terdapat dalam peninggalan jenis tarian budaya primitif.   Penyembahan atau pemujaan terhadap roh nenek moyang dilakukan dengan bentuk tarian merupakan kepercayaan yang telah diwarisi secara turun temurun sejak masyarakat primitif. 
Salah satu jenis tarian wali yang penyajiannya dilakukan di bagian jeroan pura adalah tari Rejang.  Tari Rejang adalah sebuah tarian klasik (tradisional) yang gerak-gerak tarinya sangat sederhana (polos), lemah gemulai, yang dilakukan secara berkelompok atau masal, dan penuh dengan rasa pengabdian kepada leluhur.  Tari ini dilakukan oleh para wanita di dalam mengikuti persembahyangan dengan cara berbaris, melingkar,  dan sering pula berpegangan selendang. Biasanya, tari Rejang menggunakan pakaian adat atau pakaian upacara, menggunakan hiasan bunga-bunga emas di kepalanya sesuai dengan pakaian adat daerah masing-masing.  Tarian ini masih dapat dilihat di beberapa daerah di Bali, bahkan kebanyakan desa memiliki kelompok yang memang difokuskan untuk pertunjukan ini.

2.2. Tari Rejang dalam Perspektif Tri Hita Karana
Ajaran dari Agama Hindu yang begitu melekat di Bali salah satunya adalah “Tri Hita Karana” yang mengatur keharmonisan hubungan kehidupan masyarakat dengan alam yang ada disekitarnya. Selayaknya, ajaran yang memiliki energi positif ini dipandang sebagai ajaran yang fundamental bagi kehidupan bermasyakat. Tri Hita Karana,berasal dari bahasa sansekerta. Dari kata Tri yang berarti tiga. Hita berarti sejahtera.Karana berarti penyebab. Pengertian Tri Hita Karara adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran. Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup Tri Hita Karana ini muncul berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyarakat, juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi. Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali minimal mempunyai tiga unsur pokok yakni: wilayah (Palemahan), masyarakat (Pawongan), dan tempat suci untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi (Parahyangan). Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman,tenteram dan damai secara lahiriah maupun bathiniah. Seperti inilah cermin kehidupan desa adat di Bali yang berpolakan Tri Hita Karana.
Secara mendasar konsep Tri Hita Karana di Bali benar – benar sangat dipegang teguh oleh masyarakat terutama dalam upacara adat yang lebih dikenal dengan “yadnya”. Namun tidak hanya dalam upacara yadnya, Tri Hita Karana menjadi landasan konsepsi pada kehidupan berkesenian di Bali. Secara khusus di fokuskan pada kesenian tari, dimana dalam paper ini Tari Rejang dibahas dalam perspektif Tri Hita Karana karena Tari Rejang merupakan sebuah tari wali yang wajib ada dalam setiap kegiatan upacara agama. Bahasan Tari Rejang yang dilihat dari perspektif Tri Hita Karana dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Tari Rejang dilihat dari perspektif Parahyangan
Dari adanya pertunjukan Rejang mengisyaratkan bagaimana manusia harus ingin dapat menghubungkan diri terhadap Tuhan dengan rasa bhakti yang tulus, karenanya berkesenian manusia telah menerapkan apa yang tersurat dalam sastra Hindu yaitu ajaran Catur Marga. Kata “Catur” artinya empat dan “Marga” artinya jalan, yakni empat jalan/ cara manusia untuk memuja Ida sanghyang Widhi Wasa, diantaranya Raja Marga yaitu berhubungan langsung dengan jalan yoga, Jnana Marga yaitu dengan cara mempelajari kitab suci Weda dan ilmu pengetahuan, Bhakti Marga yakni dengan jalan persembahan suatu upakara, ritual dengan hati hening dan tulus iklas tanpa pamrih,  Karma Marga yaitu melakukan suatu pekerjaan berdasarkan ajaran dharma. Jadi bhakti terhadap Tuhan masyarakat mengaplikasikannya melalui pertunjukan Tari Rejang ini dalam kerangka Bhakti Marga.

2.      Tari Rejang dilihat dari perspektif Pawongan
Perspektif Pawongan menunjukkan adanya hubungan yang baik, saling menghormati  antara sesama manusia. Di hubungkan dengan Tari Rejang, dimana tari rejang ini ditarikan oleh beberapa orang sehingga membutuhkan kerjasama yang baik antar setiap penari untuk menghasilkan gerak yang harmonis. Sehingga hal tersebut memberikan contoh kecil dari perspektif pawongan dalam Tri Hita Karana.

3.      Tari Rejang dilihat dari perspektif Palemahan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perspektif palemahan mengajarkan agar manusia dapat menjalin hubungan yang baik dengan alam sekitar. Tari Rejang sendiri memerlukan sarana dan prasarana yang diambil dari alam. Karena hal tersebut, tentunya manusia harus mampu menghormati dan memelihara kelestarian alam lingkungan sekitarnya. Dengan tujuan alam mampu menunjang kebutuhan sarana dan prasarana yadnya secara khusus untuk kebutuhan Tari Rejang.


 
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Tari Rejang adalah sebuah tarian klasik (tradisional) yang gerak-gerak tarinya sangat sederhana (polos), lemah gemulai, yang dilakukan secara berkelompok atau masal, dan penuh dengan rasa pengabdian kepada leluhur.  Tari ini dilakukan oleh para wanita di dalam mengikuti persembahyangan dengan cara berbaris, melingkar,  dan sering pula berpegangan selendang. Biasanya, tari Rejang menggunakan pakaian adat atau pakaian upacara, menggunakan hiasan bunga-bunga emas di kepalanya sesuai dengan pakaian adat daerah masing-masing.  Tarian ini masih dapat dilihat di beberapa daerah di Bali, bahkan kebanyakan desa memiliki kelompok yang memang difokuskan untuk pertunjukan ini.
Dalam tari rejang mengandung konsepsi – konsepsi masing – masing perspektif Tri Hita Karana. Konsepsi tersebut dalam tari rejang dapat dilihat dari : 1. Tari Rejang dalam Parahyangan dilihat dari tarian rejang ditunjukkan sebagai penghantar jalannya suatu upacara keagamaan, 2. Tari Rejang dalam Pawongan ditunjukkan melalui kerjasama antara masing – masing penari untuk menghasilkan gerakan yang harmonis, 3. Tari rejang dalam Palemahan konsep ini digambarkan dalam sarana dan prasarana yang memanfaatkan bahan – bahan dari alam, sehingga secara tidak langsung manusia harus memelihara kelestarian alam sekitarnya.


 
DAFTAR PUSTAKA

Dibia, I Wayan. 1999. “Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali”. Masyarakat Seni Pertunjukan Bali.
id.wikipedia.org/wiki/Bali
http://pasektangkas.blogspot.com/2008/07/tari-rejang.html
jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/artikel/article/view/200




Komentar

Postingan populer dari blog ini

tata lampu

Ragam Gerak Tari Pendet Pendek

Tari Legong Jobog